Berpuasa di saat pandemi – Apakah berpuasa itu berat? Bagi orang-orang Islam yang beriman, tentu saja tidak. Jika dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah, berpuasa justru membuat kita kuat. Setuju enggak, nih?
Secara fisik, tubuh kita melakukan detoksifikasi saat kita sedang berpuasa. Alhasil, imunitas kita bisa lebih menguat dan tentu saja membuat tubuh kita lebih sehat. Sedangkan nikmat sehat itu sendiri adalah anugerah yang tidak terbeli.
Sementara secara psikis atau kejiwaan, berpuasa bisa “memperkokoh” suasana hati kita menjadi lebih baik. Pada saat berpuasa, tubuh kita menghasilkan hormon endorfin alias si hormon yang bisa menekan efek buruk stress dan membuat kita lebih relaks. Alhasil, kita menjadi lebih bahagia, deh.
Dari segi spiritual? Jelas, ketakwaan kita kepada Allah akan semakin menguat. Hal ini sudah tertuang dalam Surat Al Baqarah ayat 185 bahwa orang-orang beriman diperintahkan untuk berpuasa agar menjadi insan bertakwa.
Namun, ada yang membuat puasa Ramadan terasa berat dalam dua tahun belakangan ini. Ya, berpuasa di saat pandemi!
Mengenang Ramadan Tahun 2020
Ramadan tahun 2020 menjadi bulan puasa saat pandemi periode pertama. Sebuah kondisi yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Waktu itu Covid-19 sudah melanda sebagian kawasan dunia, tetapi saya tidak membayangkan bahwa virus ini akan mampir dan menyerang Indonesia.
Pasalnya, dulu virus SARS juga sempat membuat heboh sekitar tahun 2005. Waktu itu saya masih bekerja di Batam. Sempat merasakan penerapan protokol kesehatan seperti pemeriksaan suhu tubuh sebelum masuk ke area perusahaan. Juga dianjurkan untuk menjaga kebersihan. Cuma itu dan tidak ada korban di sekitar saya.
Namun, rupanya Covid-19 ini berbeda. Protokol kesehatannya lebih ketat dan jumlah korban pun berjatuhan di mana-mana. Virus ini mengubah segalanya termasuk suasana Ramadan tahun 2020 itu.
Sebenarnya, perkara mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir itu termasuk kebiasaan saya sekeluarga sehari-hari, sih. Protokol yang lainnya sih yang waktu itu terasa berat karena belum terbiasa. Misalnya, harus memakai masker setiap kali keluar rumah. Biasanya, saya hanya melakukannya jika naik motor saja.
Nah, ketika Ramadan 2020 tiba, serangkaian protokol kesehatan tiba-tiba harus dilaksanakan dan dipatuhi. Ditambah lagi pemberitaan tentang Covid-19 saat itu begitu masif. Psikis kita pun seperti mendapat serangan. Timbul was-was; kalau kena virusnya lalu tepar, gimana, nih?
Ibadah Ramadan di Saat Pandemi, Berbeda Sekali!
Teringat kembali serangkaian ibadah Ramadan yang harus sesuai peraturan Kementerian Agama kala itu. Untuk kali pertama, berbuka puasa di luar rumah benar-benar dilarang. Mungkin ada yang “mencuri-curi”, sih. Diam-diam bukber bersama keluarga atau teman-temannya di mall, gitu.
Tak lain, karena bukber di tempat keramaian termasuk kebiasaan masyarakat kita selama ini. Di keluarga saya pun begitu. Minimal, saya sekeluarga melakukannya dua kali selama Ramadan. Biasanya pada akhir pecan, baik ke Kota Malang atau ke Ibukota Kabupaten. Biasanya kami memilih tempat yang dekat dengan masjid besar.
Namun, saya sekeluarga memutuskan untuk tidak melakukan bukber di luar rumah pada Ramadan tahun 2020 itu. Tahan… tahan! Sabar… Toh, ini bukan ibadah wajib, “cuma budaya”. Mau ke bazar takjil pun tidak bisa karena memang tidak ada.
Begitu juga dengan larangan salat tarawih berjamaah. Ya, ya. Salat tarawih memang bisa dilakukan di rumah saja, sih. Apalagi bagi ibu-ibu, boleh banget di rumah! Namun, melakukan salat tarawih berjamaah di masjid atau musalla itu rasanya lebih istimewa. Lebih “terasa Ramadannya”.
Ber-i’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadan juga turut ditiadakan. Ini biasanya diselenggarakan di masjid-masjid besar tertentu, sih. Kalau yang ini sih tidak begitu terasa efeknya di saya karena selama punya si kecil, saya belum pernah ber-i’tikaf lagi. Sebagian teman yang terbiasa beri’tikaf sih yang mengeluhkan hal ini.
Sekali lagi, berat karena belum terbiasa menjalaninya. Juga, berat karena pasti ada kejenuhan. Apalagi pada Ramadan tahun 2021, batasan-batasan itu juga masih berlaku. Namun, peraturan itu ditetapkan demi kebaikan bersama. Bukankah begitu?
Ramadan Ketiga di Saat Pandemi, Alhamdulillah!
Kini, Ramadan 1443 Hijriah alias Ramadan tahun 2022 telah tiba. Covid-19 masih ada dan masih harus terus diwaspadai. Alhamdulillah, sudah tidak separah tahun lalu sehingga aturan ibadah Ramadan di tempat umum jadi lebih dilonggarkan.
Misalnya saja, Masjid Istiqlal di Jakarta sudah menyelenggarakan salat tarawih berjamaah. Namun, jumlah jamaah masih dibatasi; hanya 2000 orang saja dari kapasitas keseluruhan yang 250 ribu orang. Tentu, protokol kesehatan masih harus diterapkan.
Di kampung saya pun pelaksanaan salat tarawih sudah seperti sedia kala. Jamaah tidak penuh, sih. Tetap ada jaga jarak. Saya pun memilih langsung pulang ketika salat tarawih selesai. Lebih aman.
Secara psikis, pikiran kita pada Ramadan kali ini insyaallah lebih tenang, bukan? Sudah tidak begitu berat lagi. Mungkin beratnya justru karena adanya kenaikan harga minyak goreng, BBM, dan lain-lain. Hehe…
Masih ada berat-beratnya. Begitulah kehidupan. Insyaallah, suasana syahdu Ramadan ketiga di saat pandemi ini semoga meringankan rasa berat itu. Juga membawa berkah buat kita semua. Amin.
Salam,