Cerita ulang tahun – Cit… Cit… Cuit…
Sepagi ini sudah ada notifikasi dari ponsel suamiku. Si empunya sedang berada di teras, mengutak-atik motor tuanya. Aku yang berada di dekat ponsel berwarna hitam itu segera meraihnya. Sandi pengunci layar? Hoho, tentu saja aku hapal di luar kepala.
Kubuka pesan baru dari aplikasi instant messaging berwarna hijau dengan logo telepon. Hmm, lagi-lagi dari perempuan itu.
Mas Juna, nanti siang selepas Zuhur aku mampir ke rumahmu, ya. Pagi ini aku mau mengunjungi Putri. Salam buat Mbak Sinta.
Bukan. Suamiku bukan Chef Juna, kok. Namanya Arjuna, seorang laki-laki biasa yang bekerja sebagai karyawan pabrik tekstil. Sedangkan perempuan pengirim pesan tadi adalah Risa, sepupu suamiku. Orang-orang sering memanggilnya Raisa, mungkin karena wajahnya yang cantik bak penyanyi terkenal itu.
Risa sepertinya setuju dengan panggilan tersebut. Buktinya, dia memakai nama profil @raisa_risa di akun instagram-nya. Yang kutahu, dia memang rajin membagikan kisah kesehariannya di aplikasi tersebut.
Di usia tiga puluh empat tahun, dia masih terlihat cantik. Masalahnya, dia terlalu akrab dengan Mas Juna. Sebuah kondisi yang dulu pernah membuat aku cemburu di awal-awal pernikahan kami.
โDia โkan sepupuku, Dik. Ibunya tuh adik dari ibuku. Kami seumuran dan sudah dekat sejak kecil. Kami sering belajar dan main bareng. Pernah sama-sama nakal tapi rupanya dia lebih tangguh dan nasibnya sekarang lebih baik,โ jelas Mas Juna saat itu.
Akhirnya aku berusaha memahami hal itu meskipun tetap saja ada yang mengganjal. Mungkin karena Raisa ehโฆ Risa sudah menjadi single parent sejak anak semata wayangnya berusia dua tahun.
Konon, janda lebih menggoda. Sepupu โkan bisa juga dinikโฆ Ups, overthinking-ku kebablasan. Ditambah lagi, dia tidak terlalu akrab denganku dan malah sering sekali meminta pendapat ini-itu pada suamiku.
โBiar tidak ada rahasia di antara kita, kamu boleh buka ponselku sesukamu, deh,โ putus Mas Juna saat aku mempertanyakan kedekatan mereka.
Oke, deal!
“Bunda, kapan kita belanja bahan kuenya?โ Sebuah suara menyadarkanku dari lamunan.
Suara Puput, putri pertama kami. Gadis kecilku hari ini genap berusia tujuh tahun. Pesta ulang tahun? Tidak. Aku dan Mas Juna sepakat untuk tidak merayakan itu sejak Puput masih balita. Biasanya cukup berdoa dan makan bersama dengan menu sedikit istimewa dari biasanya.
Kali ini sedikit berbeda. Aku berjanji akan membuatkan kue ulang tahun sederhana untuknya. Penghematan. Sebenarnya aku ingin membelikannya kue tar cantik di toko kue pinggir kota sana. Sayangnya, itu hanya tinggal rencana. Ini akhir bulan dan kondisi keuangan kami sedang berantakan.
โSabar ya, Sayang. Ini โkan masih pagi sekali. Bunda nanti juga harus mandiin adik dulu,โ jawabku sambil mengelus pelan kepalanya.
Kulirik Zaki, putra kedua kami yang masih tertidur pulas. Puput mengangguk sambil memamerkan deretan giginya yang sebagian sudah tanggal.
Putri Arsi Rahmania, demikian nama yang kami sepakati bersama dan tersemat padanya. Ya, dia lahir menjelang akhir bulan ini, tujuh tahun yang lalu. Sejak masih gadis, aku begitu menyukai kata โPutriโ namun aku tak bisa memanggil anakku dengan sebutan itu. Lagi-lagi ada hubungannya dengan Risa.
Wah, kok namanya Putri juga, Mas? Sama dengan nama anakku, dong. Please, panggilannya jangan sama, ya. Dipanggil Puput, bisa kali, yaa.
Kira-kira seperti itu komentar Risa saat kali pertama menjenguk bayi kami. Ya, anak semata wayangnya bernama Putri. Tepatnya, Firda Putri Salsabila. Saat itu, Putri sudah berusia sembilan tahun. Gadis kecil cantik berlesung pipi itu memang lahir jauh lebih dulu dari Puput.
Kata Mas Juna, Risa menikah duluan di usia muda sementara suamiku waktu itu sedang berjuang untuk masuk universitas idamannya.
Mas Juna hanya tertawa kecil mendengar usulan panggilan nama itu. Dia setuju. Mau tak mau aku harus setuju. Mengalah tak ada salahnya, bisik hatiku yang kupaksa rela saat itu.
Biarlah. Yang jelas, Risa tidak bisa mengubah tanggal lahir anakku yang ternyata sama juga dengan tanggal lahir Putri. Sudah takdir kalau Puput dan Putri punya tanggal lahir yang sama.
Ah, tiba-tiba aku tersadar kalau Putri akan genap berusia enam belas tahun pada bulan depan. Apa kabar gadis belia pemilik nama favoritku itu sekarang?
***
Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua siang. Beberapa detik yang lalu, Risa berpamitan pulang namun kurasa wangi khasnya masih tertinggal di ruang tamu sempit kami.
Kupandangi tiga orang tercinta yang tengah bercanda sambil menikmati Black Forest Gateau yang sudah terpotong-potong entah jadi berapa.
โTante Risa baik ya, Bunda. Ternyata ingat hari ulang tahunku,โ ujar Puput gembira.
Zaki yang dipangku ayahnya tak mau kalah mengunyah kue lezat itu. Belepotan.
Aku mengangguk sambil melemparkan senyum.
Black Forest itu hadiah dari Risa. Aku tidak jadi membuat kue. Saat aku memandikan Zaki tadi, Mas Juna menerima pesan dari Risa bahwa dia akan membawakan kue ulang tahun untuk Puput.
Saat berkunjung, Risa selalu membawakan oleh-oleh lumayan mahal untuk anak-anakku. Dengan harta peninggalan suaminya yang melimpah dan bisnis yang maju pesat, tentu saja hal itu ringan saja dilakukannya.
Seperti yang dikatakan Mas Juna, Risa lebih tangguh dan beruntung. Risa pernah menjalani Married by Accident di usia delapan belas tahun. Dia memang tidak jadi berkuliah seperti Mas Juna tapi suaminya yang jauh lebih tua adalah pebisnis kaya raya.
Saat suaminya meninggal dunia, Risa membesarkan Putri seorang diri sembari melanjutkan bisnis suaminya.
Mas Juna? Duh, suamiku itu dulu pernah salah pergaulan juga. Dia kerap bolos kuliah, drop out, lalu hidup seenaknya. Terlambat menikah pula. Sebelum bertemu dan menikah denganku, Risa lah yang menyemangati Mas Juna untuk memperbaiki diri. Berhasil. Buktinya aku tertarik padanya.
Dulu kami bekerja di kawasan industri yang sama. Sejak Zaki lahir, aku memilih berhenti bekerja. Urusan menitipkan anak jadi tidak ribet lagi walaupun kondisi keuangan jadi pas-pasan.
Ya, pas-pasan. Sangat tidak bisa disamakan dengan kehidupan Risa. Entahlah. Kadang terbersit rasa iri saat melihat instagram story Risa yang bertubi-tubi tentang pengalaman traveling dan wisata kulinernya. Kenapa hidupnya bahagia sekali?
Hus! Tidak boleh begitu! Biasanya sisi lain hatiku yang putih menghalau bisikan sisi yang hitam.
โIh, kartu ucapan dari Mbak Putri lucu sekali, Bunda!โ Sekali lagi Puput membuyarkan lamunanku. Wajah cerahnya terus saja terpasang.
Dia memegang sebuah kartu ucapan berbentuk pop-up, bergambar tokoh animasi. Kartu itu terselip pada kado berisi boneka berukuran besar yang diberikan Putri.
Tidak. Putri tidak ikut berkunjung ke rumah kami. Kado itu dititipkan lewat ibunya. Saat ini, Putri sedang menjadi seorang santriwati sebuah pondok pesantren terkenal. Sudah setingkat 1 SMA. Dulu Mas Juna yang mengusulkan pesantren itu pada Risa.
Jadi, ini adalah hari Minggu yang bertepatan dengan jadwal kunjungan walisantri ke pondok pesantren megah yang terletak di kecamatan sebelah. Pondok pesantren itu sudah bertaraf internasional dan tentu saja berbiaya sangat mahal.
Setiap kali Risa mengunjungi anaknya, dia mampir ke tempat kami yang memang lebih dekat dengan lokasi pondok. Sedangkan rumah Risa terletak di ibukota provinsi yang jaraknya ratusan kilometer dari sini.
โCoba lihat apa isi kartunya, Nak.โ Aku mendekati Puput yang kini memeluk erat boneka barunya. Anakku segera mengulurkan kartu ucapan itu.
Selamat Ulang Tahun, Dik Puput
Semoga suka sama bonekanya, yaa
Semoga tetap sehat, cerdas, salihah, dan ceria
Mbak Putri juga ingin bergembira bulan depan
~ Putri Menara ~
Ya, ya. Hari ini adalah tanggal 29 Januari, hari ulang tahun putriku. Keinginannya tidak muluk-muluk sebenarnya; kue tar dan boneka Olaf. Keduanya didapatkan justru dari kerabat. Ah, jalan rezeki anakku ternyata lewat mereka.
Dahiku berkerut. Putri Menara? Apa maksudnya? Apa kado yang diinginkan oleh anak sultan seperti Putri pada hari ulang tahunnya bulan depan? 29 Februari, hari yang langka yang hanya bisa ditemui empat tahun sekali.
***
โPutri kabur dari pesantren sejak subuh tadi, Dik. Barusan Risa menghubungiku. Kasihan, dia kebingungan. Sekarang dia sedang menuju pesantren. Aku mau mengajukan cuti setengah hari dan nyusul ke sana. Kamu di rumah aja, ya. Jaga anak-anak. Oke?โ
Sambungan terputus.
Mas Juna meneleponku dengan nada terburu-buru sampai dia lupa mengakhiri dengan salam. Hari ini dia masuk kerja di shift pagi. Ini jam sembilan, jam break pertama di pabriknya. Maklum. Sungguh aku maklum. Dia selalu ada untuk Risa.
Putri kabur? Seharusnya aku terkejut mendengarnya. Sayangnya, aku sudah terkejut terlebih dahulu pada jam setengah tujuh tadi. Beberapa saat setelah Mas Juna berangkat kerja, ada dua orang tamu yang mengetuk pintu rumahku. Putri danโฆ seorang cowok yang kutaksir seumuran dengannya.
โDia Arya, teman dari pondokan putra. Kami tidak pacaran kok, Budhe Sinta. Aku cuma penasaran bagaimana sih rasanya sedikit akrab dengan cowok. Ini juga gertakan buat Mama agar aku dibolehkan pindah tempat belajar. Tolong jangan beri tahu siapa-siapa dulu kalau kami ada di sini. Yaa, pastinya nanti kami akan ketahuan. Aku siap dihukum. Gak pa-pa.โ Sebagian penjelasan Putri pagi tadi masih terngiang-ngiang di telingaku.
Kuarahkan pandangan mata ke teras. Putri, Arya, dan Zaki sedang bermain-main dengan kucing. Duh, mengapa wajah dua remaja itu malah terlihat cerah?
Degโฆ degโฆ deg…
Sementara degup jantungku belum kembali normal seperti sedia kala. Aku bak sedang menyembunyikan buronan saja.
โTahun lalu aku sudah bilang pengin sekali belajar di SMK Grafika tapi Mama menolak. Katanya pondok adalah tempat teraman buatku. Padahal jika aku bersekolah biasa, aku berjanji akan menjaga diri. Insyaallah aku tahu batasannya. Enam tahun full day school ditambah tiga tahun nyantri pas SMP rasanya cukup buatku, Budhe. Aku โkan tidak bercita-cita jadi ustazah.โ Potongan penjelasan Putri yang lainnya kini seperti berputar-putar di kepalaku.
Aku mendesah, mempermainkan kartu ucapan pop-up yang dihadiahkan Putri tepat sebulan lalu. Sebuah kartu yang cantik dengan gambar Rapunzel sedang tersenyum.
Disney Princess itu berdiri di tepi jendela, pada sebuah menara yang tinggi. Nun jauh di bawahnya ada sosok Flynn Rider yang juga tersenyum sambil memandang ke atas menara.
Duh, Putri. Jadi ini maksudmu?
Aku mencoba mengingat-ingat lirik terakhir dari salah satu Original Soundtrack-nya film Tangledโฆ
And tomorrow night the lights will appear
Just like they do on my birthday each year
What it is like out there where they glow?
Now that Iโm older
Mother might just let me go
Ya, hari ini tanggal 29 Februari. Hari ulang tahun Putri.
— Selesai —
Cerita ini adalah fiksi yang diikutsertakan dalam Lomba Blog Menulis Fiksi โUlang Tahunโ yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel.
Selamat Ulang Tahun ke-6 buat Gandjel Rel ^_^
*Salam cinta buat putriku dan teman-temannya di Pondok Pesantren Tahfidz Khairunnas Malang
*Sumber gambar: pixabay
*์กฐ์ฉ ์๊ฐ๋, ์ ๋ง ๊ณ ๋ง์์.
35 Comments. Leave new
Open ending’y bikin penasaran ni. Semoga menang ya Mbak lombanya, semangat!
Setuju.
Endingnya beneran bikin jantungku ikutan berdebar juga.
Aku juga saat ini ada di posisi Ibu Putri yang bagaikan menyembunyikan buronan itu.
Anaknya mas yang remaja, cowok, kini dia di pesantren. Dan tiap liburan, baru boleh pegang HP. Yang ditelp pertama, selalu aku, tantenya.
Mbakku pernah dengan terang-terangan marah sama anaknya yang lebih terbuka sama aku ketimbang sama beliau, Ibunya. Duuh….gimana aku yaa…gak enak banget.
Sukses kak, untuk lombanya.
Kereen banget cerpennya.
Wah, ternyata ada kejadian hampir mirip, nih ๐
Aslinya, kejadian-kejadian di cerpen ini memang diilhami dari kisah nyata, sih. Bukan sekadar ngarang ๐
Wah keren mbak, nulis cerita fiksi itu hal yang gampang2 susah bagiku. Sukses ya mbak Tatiek, semoga lolos jadi juara.
Sedikit keceburuan dalam pernikahan itu adalah bumbu pernikahan. Wajar, karena Juna masih muda dan Risa seorang single parrent. He he ….
Ceritanya bagus, semoga menang, Mbak Tatiek. Selamat siang.
Aaakk,, baguss banget cerpennyaaa
aku udah lama ngga nge-fiksi
jadi syusyaahh buat mau imajinasi wkwkw
semoga JUARA ya mbaaa
Seru ih ceritanya! Tp aku galfok jd pengen black forrest ๐ญ sukses ya mba lombanya!
Endingnya bikin merinding. Kebebasan yang diinginkan seorang anak ternyata menjadi masalahnya. Cerpennya bagus!
Alhamdulillah, terima kasih.
Saat anak remaja, biasanya orang tua akan menemukan banyak ‘kejutan’ baru. Begitulah kira-kira, Mbak ๐
Endingnya sungguh unpredictable, ternyata Putri tidak setuju dengan pemikiran ibunya yang ingin mengamankannya di pondok. Anak remaja memang terkadang punya pemikiran sendiri ya.
Bagus mba ceritanya, semoga berjaya dalam lomba blognya.
Terima kasih, Mbak.
Iya, orang tua seharusnya lebih banyak berdialog tentang minat dan bakat anak. Mengarahkan dan mengawasi tapi tidak mengekang ๐
Semoga menang ya Mbak… Masya Allah ceritanya bagusโก saya kalau nulis fiksi mah paling angkat tangan deh… hehe
Terima kasih, Mbak.
Saya sedang berusaha seimbang antara fiksi dan non-fiksi, nih.
Tapi ada juga teman-teman yang fokus di non-fiksi. Gapp, kok ๐
Wah plot twist nya ada di si anak Risa ya. Padahal aku pikir titik masalahnya di hubungan Mas Juna dan Risa nya hehe.
Haha, sudah ada ‘clue’ nya sebenarnya.
Mas Juna dan Risa sebagai ‘pengantar’nya sih
mengejutkan endingnya, di awal sepertinya ga bakal begitu eh malah ternyata pesan cerpennya sangat dalam ya. semoga menang mba…
Semoga pesan cerpen ini bisa ditangkap oleh para pembaca, ya.
Terima kasih, Mbak ๐
Jujur aja ya mba… aku fokus sama cake coklatnya mba… Amat sangat menggoda sekali. Aku jadi pengen bikin cake lho, haha…. Btw, good luck untuk lombanya ya mba…
Terima kasih ๐
Ternyata Mbak juga jadi pengin black forest, hehe. Cuzz bikin atau segera beli, Mbak
MasyaAllah, ceritanya bagus mbak qonita…semoga beruntung ya mbak. aku juga ikut nulis fiksi ini, duh jadi minder hihi.
Masya Allah, terima kasih ๐
Tak usah minder karena kita sedang seru-seruan bareng, nih.
Panggil saya Tatiek, Mbak. Haha. Gapp, sih. Qonita itu nama pena saya sebenarnya dan saya jadikan nama blog.
ah aku ikutan larut sama ceritanya mbak
bagus ceritanya…
good luck ya mbak
Terima kasih, Mbak.
Semoga pesan dari cerpen ini sampai kepada para pembaca, ya ๐
Tadinya aku pikir cerita ttg Risa dan Juna. Tapi ternyata endingnya tentang Putri anaknya Risa.
Penasaran…akhirnya Risa mengizinkan ga ya, Putri sekolah di sekolah umum?
Sudah ada ‘clue’ di awal kan, Bund.
Dari judul dan pesan WhatsApp-nya ๐
Nah, endingnya bisa diteruskan oleh masing-masing pembaca, deh ๐
Pesan yang tersirat ini menohok banget mba. Terkadang orangtua ingin memberikan yang terbaik untuk anak dengen menyekolahlan di sekolab yang bagus dan terjamin lingkungannya. Namun ternyata yang menurut kita terbaik belum tentu bisa ngebahagain anak kita ya
Nah, itulah yang terjadi. Makanya saya pengin menyampaikan pesan itu dalam bentuk fiksi; tidak menyinggung siapa-siapa tapi semoga maksud dari cerpen ini bisa dipahami oleh para orang tua ๐
Wah bagus ceritanya tapi endingnya gantung yaa. Hehe. Jadi penasaran gimana kelanjutannya. Saya juga pengen ikutan lomba ini eh tapi sudah lama banget nggak bikin cerpen jadinya bingung sendiri mau nulisnya
Sengaja saya bikin open ending ๐
Next pasti banyak lomba fiksi kok, Mbak. Yuuk, siap-siap!
Wah, sudah kirim cerpennya aja nih. Aku dong belum nampak hilalnya. Udah lama nggak ngefiksi bingung mau nulis apaan. Semoga sukses ya mbak. Bagus cerita anak remajanya ๐
Saya juga udah lama ga ikutan lomba fiksi kok, Mbak. Ini pas temanya sesuai dengan ide yang ada di kepala, sih. Akhirnya, cuzzz ikutan ๐
Cerpennya bgs mba. btw sy salfok sm kue blackforestnya
Terima kasih, Mbak.
Cuzzz…beli atau bikin sendiri black forest-nya ๐
ceritanya menarik kak, ga sabar nunggu cerpen kakak selanjutnya ๐
Terima kasih
Mungkin next cerpen tidak saya posting di blog, hehe. Ini karena ikutan lomba, sih. Boleh baca cerpen lama saya yang sudah diposting di sini ๐