Film Space Sweepers langsung menjadi perbincangan hangat di kalangan penggemar film sejak pemutaran perdana pada tanggal 5 Februari 2021 yang lalu. Tentu saja film ini tidak ditayangkan di bioskop. Masih pandemi, gitu loh. Film Korea pertama bergenre science fiction dengan latar luar angkasa ini ditayangkan pada aplikasi streaming Netflix di 150 negara.
Memang, awalnya film ini akan diputar di bioskop tapi terganjal oleh Covid-19 yang mengguncang dunia. Jadwal pemutaran Space Sweepers harus diundur, dari tanggal 1 Oktober 2020 menjadi awal bulan ini. Gwaenchanha, enggak apa-apa. Demi keamanan bersama. Toh, akhirnya film ini tetap bisa ditonton di rumah sambil selonjoran atau jumpalitan. Kalau di bioskop ‘kan enggak bisa 😀
Saat Space Sweepers diberitakan tahun lalu, saya lumayan tertarik. Lumayan aja, sih. Enggak sampai menggebu-gebu. Eh, setelah saya membaca ulasan film ini di blog-nya Teh Lendy –salah satu Korean movie lover– lha kok saya jadi teracuni pengin segera menonton. Racunnya mematikan, tuh 😛
Setelah menonton, saya pengin juga menulis beberapa lintasan pikiran terkait film ini. Padahal, film-film yang tayang duluan seperti Train to Busan 2 dan Alive belum saya tuliskan di sini. Yaa, waktu itu blog ini sedang kena pandemi, sih.
Daftar Isi
5 Lintasan Pikiran tentang Space Sweepers
1. Kreativitas Tanpa Batas dan Bumi yang Nyaris Mati
Film ini berlatar tahun 2092 alias 71 tahun lagi. Duh, asli yang pertama saya bayangkan adalah saat itu saya sudah tidak hidup di dunia ini. Huhu… Beneran, menonton film futuristik begini jadi mengingatkan akan masa depan yang sudah pasti: mati. Atau mungkin saat itu amat dekat dengan kiamat?
Nah, di awal film diperlihatkan kondisi bumi di tahun tersebut. Keren sekaligus mengenaskan. Keren karena menunjukkan hasil kreativitas manusia yang seakan tanpa batas dalam pengembangan teknologi. Alat transportasinya sudah memakai mobil terbang. Bukan tidak mungkin ‘kan ya? Sekarang saja sudah ada mobil bertenaga listrik dengan sistem kemudi autopilot, bahkan autonomous. Mobil yang lebih canggih lagi rasanya tinggal menunggu waktu.
Sedangkan hal mengenaskan adalah tanah yang tandus dan udara yang tampak keruh. Tidak ada penampakan langit biru. Duh, sedihnya. Ini pastinya juga hasil dari perilaku manusia dalam mengelola bumi. Maka, orang-orang yang berlalu lalang wajib mengenakan masker.
Ah, sekarang kita juga sudah terbiasa pakai masker, kok.
Hoho, masker yang dipakai saat itu adalah masker yang bentuknya seperti alat selam itu, lho. Menandakan bahwa oksigen di bumi sudah sangat tidak sehat untuk dihirup. Bumi sudah tidak layak huni. Makanya banyak orang hendak pergi ke “luar negeri” yang suasananya lebih nyaman dan sehat.
Nah, konteks “luar negeri” saat itu sudah bukan lagi negara luar tetapi adalah planet lain yaitu Mars yang bisa ditempati.
Hiks, bumiku sayang bumiku malang. Akankah kamu nanti jadi demikian? Jadi introspeksi diri, nih. Apakah saya ikut andil (meskipun kecil) dalam mencemari bumi ini?
*lirik tempat sampah, kantong belanja re-usable, dan tanaman di depan rumah
2. Orang-orang Pilihan vs Orang-orang Pinggiran
Adalah James Sullivan, CEO perusahaan IT bernama UTS yang menggagas proyek besar “Eden” di Mars. Wuih, pemandangan “bumi baru” itu benar-benar seperti surga. Hijau dan sejuuuk. Bertani dan berkebun di sana tampak menyenangkan, gitu. Sistem keamanannya juga canggih dan ketat. Sullivan punya pengawal-pengawal tangguh baik robot atau manusia-manusia nan taat padanya.

James Sullivan (Richard Armitage), CEO-nya UTS yang ambisius
Sayangnya, orang-orang yang boleh tinggal di Mars sana adalah orang-orang terpilih; hanya orang-orang yang dinilai intelek dan orang-orang kaya. Sedangkan orang-orang yang tidak bisa tinggal di sana tentu harus siap mati di bumi. Beberapa di antara mereka bisa “numpang lewat” di dekat Mars. Mereka inilah para Space Sweepers alias tukang sapu luar angkasa.
Jadi, proyek “Eden” itu menyisakan sampah-sampah melayang seperti satelit bekas atau bangkai pesawat luar angkasa. Benda-benda itu berbahaya jika sampai menabrak “surga” ataupun bumi. Para penyapu sampah inilah yang bertugas mengamankan; mengumpulkan sampah untuk dijual lalu mereka akan mendapatkan uang. Di Mars ada pengepul juga, yak 😀
Gemas juga, nih. Walaupun sebenarnya situasi seperti di atas juga terjadi pada hari ini. Orang-orang yang punya kekuasaan, koneksi, dan berharta seakan bisa melakukan apa saja. Dunia dalam genggaman, gitu. Sedangkan mereka yang terpinggirkan harus berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Padahal bisa jadi orang-orang pinggiran itu juga punya keunggulan hanya saja tidak mendapatkan kesempatan. Betul?
3. Tim yang Solid, Tim Penuh Warna
Di antara Space Sweepers itu ada pesawat penyapu sampah bernama The Victory. Di dalamnya ada empat personil yang berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Eh, maksudnya… personilnya heterogen dan punya latar belakang yang berbeda. Awak pesawat bukan cuma cowok dan bukan cuma manusia, dong. Cewek dan robot bisa banget bergabung. Asyik, nih.
Jadi, lakone siapa Pak Manteb? Ya tim Victory ini lah! Kenalan, yuk!
Menurut saya, tim ini memberikan gambaran tentang multiple intelligence yang digabung sehingga membuahkan kekuatan yang solid. So, jangan alergi dengan perbedaan dan tetaplah memegang keunikan kita masing-masing. Suatu saat di dalam kerja sama tim, kemampuan dan keunikan kita tersebut pasti dibutuhkan.
4. Pemegang Naluri Kemanusiaan Siap Hidup dalam Keterbatasan
Namanya peran utama, pastinya sosok Kim Tae Ho yang lebih banyak disorot sejak awal. Saya sih iyes dengan penggambaran Tae Ho yang dekil. Namanya juga orang pinggiran, hoho. Saking ngenesnya, dia sampai tidak punya sepatu karena harus dijual demi mendapatkan uang. Realistis.
Suatu hari hidupnya berubah karena dia menemukan Dorothy, seorang anak kecil yang ternyata adalah robot humanoid alias robot yang bentuk dan perilakunya didesain mirip banget dengan manusia. Masih ingat pemberitaan tentang Sophia, si robot humanoid ciptaan Hanson Robotics, Hongkong? Ya, begitulah penampakannya.
Dorothy yang punya nama lain Kot Nim ini ternyata sedang diburu oleh Sullivan karena diberitakan sebagai senjata pemusnah massal. Sekali meledak, abiz dah semuanya. Siapa yang bisa menangkapnya, segepok uang sudah menanti. Kim Tae Ho dan tim harus memilih: uang atau justru menyelamatkan Kot Nim?
Kapten Yoo Shi Jin ehh… Kim Tae Ho memang orang baik. Dia lebih mendengarkan hati nurani walaupun harus kehilangan kesempatan memperoleh uang yang banyak. Padahal dia butuh banget uang untuk mencari anaknya yang hilang.
Nah, kisah Tae Ho dan Su Ni, anaknya yang tunarungu, sejenak menghadirkan suasana melodrama di film penuh ketegangan dengan efek Computer-Generated Imagery (CGI) yang mantap ini. Tae Ho lebih memilih menjadi “manusia sungguhan” walaupun akhirnya harus hidup dalam kesempitan dan keterbatasan.
Saya kira, masih ada kok orang seperti Tae Ho di sekitar kita. Atau justru kita sendiri sudah menjadi sosok seperti itu; teguh memegang idealisme walaupun harus terlihat merugi di mata manusia? Bersyukurlah!
5. Orang-orang Pinggiran Space Sweepers Bersatu, Pasti Mampu!
Yakin, deh. Setiap manusia itu dibekali dengan keunggulan masing-masing. Ya, ada juga sih manusia yang akhirnya menjadi “orang-orang pinggiran” karena faktor internal misalnya karena mager. Bangkit, atuh! Kalau mau bangkit dan bersatu dengan “orang-orang pinggiran” lain, pasti bisa memunculkan keunggulan secara kolektif, kok. Kuncinya: mau berubah, bekerja sama secara solid, dan menyusun strategi yang tepat.
Space Sweepers mengajarkan tentang semangat itu. Bukan hanya keunggulan dari para personil Pesawat Victory saja namun juga kerja sama antar para penyapu angkasa dari beragam suku bangsa lain. The real United Nation! Indahnya. Unik, masing-masing memakai bahasa sendiri tapi orang yang berbeda bangsa bisa paham. Enak, nih. Ga perlu kursus bahasa asing, hihi.
Finally, saya puas dengan film ini. Layak deh jika sehari setelah tayang menjadi film Netflix No. 1 paling dicari di 16 negara. Saat menonton ini, seakan tidak berasa seperti menonton film Korea karena para pemain pendukungnya dari beragam bangsa, sih. Seakan sedang menonton film produksi Hollywood saja.
Eh, ada yang kurang sih: Kim Tae Ri kurang banyak scene-nya. Hehe. Kalau aktingnya sih juara as usual. Salah satu Cinderella chungmuro, gitu loh.

Font-nya hasil karya orang Indonesia 👏
By the way, orang Indonesia ikut andil dalam film ini, lho. Jadi, judul Space Sweepers itu font-nya adalah hasil karya seorang desainer font asal Banyuwangi bernama Irwan. Salut.
Apa kabar film Indonesia? Lumayan, kok. Sineas Indonesia juga sudah beberapa kali memproduksi film bergenre fiksi ilmiah dengan latar masa depan. Misalnya: Garuda Superhero (2015), 3: Alif Lam Mim (2015) dan Foxtrot Six (2019).
Yok bisa yok kapan-kapan bisa sekualitas Space Sweepers! Aamiin.
Salam,
6 Comments. Leave new
Hi-lite film ini memang fokes ke SJK yaa….puas banget hugs nontonnya.
Plus ada kata-kata “don-eul beolja”…
Iih….Joong Ki banget.
Wah jadi tertarik buat nonton filmnya. Baru juga baca artikel ini saja dah terbawa suasana. Apalagi pemainnya yang keren-keren banget. Bisa diagendakan nich buat menghabiskan akhir pekan. Oh yach kalau netflix itu berlangganan ta mba? Aku belum pernah nonton pakai netflix. Paling nonton streaming lewat chrome.
Film Korea bergenre sci-fiction, baru kali ini saya nemuin mbak, karena saya bukan penggemar drakor, jadi tahunya drama korea genre romantis dan keluarga aja. Bagus ya film fantasi ilmiah sperti ini , jadi berkhayal tentang dunia masa depan seperti ini canggihnya.
Satu -satunya film Korea yg pernah saya tonton adalah Parasite. Dan itu bagus banget. Baca review nya Space Sweppers ini jadi tertarik juga nih untuk nonton film Korea lagi. Makasih mbak
Ide ceritanya menarik. Seperti after earth kalau di film barat ya. Jadi pingin nonton film space sweepers deh jadinya. Padahal aku lagi mogok aja nengok drakornya SJK. Berasa baper kepanjangan akutu. Hehehe
Kutertarik ama SJK tapi kurang klik sama genre filmnya euy wkekek. Simbok lebih suka yg menye menye lebai gitu. Tapi kmrn sempet liat trailernya di Netflix emang kece sih. Mungkin aku bakalan masukin ke must watch juga nanti, beberapa minggu ke depan mungkin setelah merampungkan episodes drama yg lagi aku tonton hihihi. Kangen ugak ama SJK si imut lucu itu