Ide baju lebaran selalu saya bahas bersama keluarga. Sebenarnya di keluarga kami lebih tepat disebut dengan baju Sya’ban atau baju Rajab. Tak lain karena saya sudah jauh-jauh hari membeli baju itu sebelum Ramadan tiba.
Hal itu saya lakukan agar saya dan suami tidak disibukkan oleh urusan baju saat bulan Ramadan. Belum lagi jika kami harus berada pada antrian pembeli. Sayang sekali. Lebih baik waktunya digunakan untuk menambah porsi ibadah.
Jadi, urusan baju lebaran ini sudah beres ketika keluarga kami menjalani puasa Ramadan. Alhamdulillah, Jadi sedikit melapangkan urusan.
Baiklah. Akan tetap saya sebut baju lebaran karena memang diniatkan untuk dipakai saat lebaran tiba. Soal idenya, biasanya ini yang saya terapkan pada keluarga kami.
Daftar Isi
Memakai Baju dengan Warna Senada
Istilahnya adalah sarimbit. Menurut saya, memakai baju dengan warna senada itu lebih menunjukkan kekompakan di antara anggota keluarga. Lebih nyaman gitu dipandangnya. Setuju enggak, nih?
Saya pernah menjahitkan baju sarimbit untuk sekeluarga. Warna baju kami waktu itu adalah ungu. Pada lebaran berikutnya berwarna biru muda. Pada lebaran berikutnya lagi, saya mencoba untuk membeli baju jadi.
Baju sarimbit tersebut masih sering kami pakai jika ada acara keluarga. Sayangnya, baju si kakak dan si adek sudah kesempitan karena mereka tumbuh besar. Kalau baju kami sih masih muat sampai sekarang.
Memilih Baju dengan Bahan yang Menyerap Keringat
Ini adalah hal yang penting untuk keluarga kami yang merupakan keluarga pemudik. Biasanya kami mudik ke Solo dan Blitar, dua daerah yang cuacanya jauh lebih panas daripada Malang.
Bisa dibayangkan rasa tidak nyamannya jika bahan baju lebaran kami tidak bisa menyerap keringat dengan baik. Saat berkeliling untuk silaturahmi pastinya akan membuat kami sibuk kipas-kipas.
Alhamdulillah, selama ini saya lebih cenderung memilih baju dari bahan katun. Bahan ini memang sedikit mudah kusut namun bisa menyerap keringat dengan baik. Adem saat dipakai.
Membeli Baju Lebaran dengan Harga Terjangkau
Salah seorang teman pernah menawari saya baju lebaran dengan harga yang cukup mahal menurut ukuran kantong saya. Dia menawarkan sebuah gamis dengan harga yang cukup fantastis.
Ya,ya. Bahan baju dan modelnya memang bagus sekali. Tak heran, harganya juga ikut bagus sekali.
Namun, saya memutuskan untuk tidak membelinya. Sebenarnya sih bisa tetapi alokasi dana untuk baju lebaran sekeluarga jadinya hanya untuk saya semua. Hoho…
Akhirnya saya membeli baju sarimbit lain yang menurut saya sudah cukup bagus. Tidak mahal amat tetapi juga tidak terlalu murah. Pertengahan itu lebih nyaman. Yang penting, anggota keluarga saya bisa mendapatkan hak baju lebarannya masing-masing.
Baju Lebaran itu Bukan Kewajiban
Nah, ini juga perlu digaris bawahi. Urusan baju lebaran sebenarnya adalah perkara budaya. Tidak apa-apa kok jika tidak ada baju baru saat lebaran. Tak punya pun tak apa-apa, masih ada baju yang lamaaa…. (jadi nyanyi, deh).
Ya, kita bisa memodifikasi baju lama menjadi baju lebaran yang menarik, kok. Misalnya saja kita punya rok dan atasan. Kita bisa menambahkan cardigan atau outer sehingga tampilannya lebih fresh. Untuk para bapak, baju koko yang lama bisa dilapisi dengan rompi rajut dengan warna senada.
Pada anak perempuan, jika gamisnya sudah kependekan, jadikan saja tunik. Tinggal ditambah celana longgar berwarna gelap dan manset untuk menutupi tangan. Pada anak laki-laki pun bisa begitu. Tidak masalah jika celana panjangnya menjadi celana ¾. It’s okay.
Nah, itulah ide baju lebaran ala keluarga kami. Jadi, kebersihan dan kesucian baju adalah yang paling utama. Jika sudah bersih dan suci, baju tersebut masih layak dipakai sebagi baju lebaran. Setuju enggak, nih?
Salam,
Tatiek Purwanti